KUD Delima Sakti Gugat Balik LSM AJPLH Rp 482 Miliar

GEGAS.CO || PEKANBARU - Koperasi Unit Desa (KUD) Delima Sakti menggugat balik Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan (AJPLH) berupa ganti rugi senilai Rp482 miliar.
Gugatan perdata itu disampaikan melalui kuasa hukumnya Dr. Kapitra Ampera S.H., M.H. dalam konferensi pers di Pekanbaru, Senin (2/12/2024) sore.
Baca Lainnya :
- Polres Pelalawan Periksa 2 Saksi Kasus Dugaan Tipu Gelap Over Alih Truk Tronton0
- Propam Polda Riau Periksa Korban Dugaan Penculikan dan Perampasan oleh 4 Oknum Polres Pelalawan0
- Maruli Silaban SH : PT NSR Harus Hormati Hak Para Petani 0
- Rekanan Keluhkan Dipalaki Uang Kontrak Rp1,5 Juta Sampai Rp6 Juta oleh Oknum PUPR Pelalawan0
- Terindikasi Adanya Penyelewengan, INPEST Laporkan Sejumlah Proyek SDA PUPR Pelalawan0
"Angka tersebut untuk kerugian secara moril dan materil yang dialami masyarakat yang tergabung dalam KUD Delima Sakti atas gugatan legal standing yang dilakukan AJPLH," kata pengacara senior itu.
Ditambahkannya, kasus ini bermula dari gugatan legal standing yang dilakukan oleh LSM AJPLH ke PN Pelalawan terhadap KUD Delima Saksi dan PT. Inti Indosawit Subur (IIS).
LSM itu, lanjut Kapitra, menuduh bahwa KUD Delima Sakti dan PT IIS telah melakukan alih fungsi lahan dari kawasan hutan menjadi kebun kelapa sawit tanpa adanya pelepasan kawasan hutan dari KLHK.
Semua tuduhan dari LSM tersebut, tegas Kapitra, dapat dibantah dengan bukti dan dokumen yang jelas. Mengingat keberadaan KUD Delima Sakti sudah ada sejak tahun 1994. KUD ini berfungsi sebagai fasilitator atas kebun sawit masyarakat yang sudah memiliki hak milik sah, sudah memiliki sertifikat masing-masing.
"Jadi kebun itu SHM, milik masyarakat, bukan milik koperasi. Tidak sejengkal pun kebun itu ada milik koperasi,” sebut Kapitra.
Menurut dia lagi, kebun milik masyarakat tersebut sudah ada bahkan sejak Kabupaten Pelalawan belum ada. Termasuk keberadaan KUD tersebut.
"Tak sepeserpun uang negara dipakai untuk membangun kebun sawit milik masyarakat di sana. Itu kebun sawit milik masyarakat banyak,” lanjut Kapitra.
Dia menceritakan proses panjang bagaimana awal mula KUD Delima Sakti terbentuk pada tahun 1994 silam. Dulunya, lahan yang kini menjadi kebun sawit tersebut berstatus kepemilikan adat.
“Datanya kita punya semua,” kata Kapitra.
Atas dasar kesepakatan, maka pengelolaannya dilimpahkan ke KUD Delima Sakti untuk dibangun kebun sawit. Setelah itu, berbagai prosedur terkait legalitas dan status lahan diselesaikan oleh Kapitra Ampera. Sehingga di tahun 2000, mulailah dilakukan pembangunan kebun kelapa sawit.
“PT Inti Indosawit Subur, tak ada kaitannya dengan masalah ini. Mereka hanya pihak yang kita minta untuk bekerja di kebun sawit masyarakat,” tukasnya.
Selain itu, lanjut Kapitra, tuduhan demi tuduhan yang dilontarkan oleh LSM AJPLH juga menyeret berbagai tokoh dan pejabat terdahulu, salah satunya Tengku Azmun Jaafar.
“Pak Azmun menerbitkan SK pembukaan lahan kelapa sawit atas nama orang per orang. Setelah itu barulah diurus sertifikat hak milik. Maka dibukalah kebun sawit berdasarkan ketentuan itu. Jadi, tak ada urusannya dengan KUD, dan PT. Inti Indosawit Subur. KUD tak punya lahan sejengkalpun,” sambung Kapitra Ampera.
Jauh sebelum ini, dia menambahkan, bahwa KUD Delima Sakti juga pernah digugat untuk persoalan yang sama, KUD diputus tidak bersalah, dan sudah inkrah. Atas dasar ini, sesuai dengan perundang-undangan berlaku, maka status perkara ini menjadi "Ne Bis In Idem" di mata hukum.
Sebagai informasi Ne Bis In Idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
“Gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan dan mengandung Ne bis In Idem, harus dinyatakan oleh hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima,” pungkas Kapitra Ampera. * (Denny W)
