GEGAS.CO || PEKANBARU – Kuasa Hukum Asri Auzar, Supriadi Bone, secara tegas membantah pemberitaan yang menyudutkan kliennya sebagai tersangka penggelapan uang Rp 5,2 miliar.
Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (14/11) malam di sebuah kafe di Pekanbaru, Supriadi meluruskan bahwa Asri Auzar justru merupakan korban penipuan yang dilakukan oleh pelapor, Vincent Limvinci.
"Tidak benar jika klien kami, Asri Auzar, melakukan penggelapan. Fakta sebenarnya, klien kami adalah korban yang ditipu oleh Vincent Davinci. Tuduhan ini tidak didukung fakta hukum, bersifat prematur, dan telah merusak nama baik klien," tegas Supriadi di hadapan awak media.
Bantahan ini menjadi titik tolak untuk membongkar kompleksnya sengketa yang berakar dari sebidang tanah milik Fajardah, kakak ipar Asri Auzar, pada 2010. Tanah seluas ±1.496 meter persegi di Jalan Delima, Kecamatan Bina Widya, Kota Pekanbaru, itu sebelumnya dibangun enam ruko dengan sistem bagi hasil.

Akar masalah bermula pada 2020, ketika Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1385/1993 atas nama Fajardah dijaminkan oleh Asri Auzar untuk mengajukan pinjaman. Persetujuan dari Fajardah sebagai pemilik sah disebut telah diberikan.
Awalnya, Asri Auzar dan Vincent Limvinci menyepakati pinjaman Rp 2,5 miliar dengan jaminan sertifikat dan surat kuasa menjual. Namun, usai penandatanganan di hadapan notaris, Vincent diduga tak kunjung menyalurkan dana.
Jalan kemudian muncul dari Zulkarnain, rekan Vincent, yang bersedia meminjamkan uang. Setelah SHM diserahkan, Zulkarnain mencairkan dana secara bertahap sebesar Rp 2,2 miliar.

Situasi berbelit terjadi ketika Asri kesulitan melunasi pinjaman. Pada Juli 2021, Fajardah dan suaminya mengaku dipaksa menandatangani sejumlah dokumen tanpa memahami isinya. Tak lama setelah itu, sertifikat tanah itu telah beralih nama kepada Vincent Limvinci dan kemudian diagunkan ke Bank Mandiri dengan pinjaman sekitar Rp 4 miliar.
Fakta semakin terungkap dalam pertemuan di Bank Mandiri Rantau Prapat pada 22 Mei 2023.
Pihak bank menyatakan total pinjaman Vincent mencapai Rp 5 miliar, belum termasuk bunga. Vincent menawarkan solusi: Asri Auzar harus melunasi seluruh pinjaman itu agar sertifikat dikembalikan. Tawaran kompromi Asri sebesar Rp 3 miliar ditolak mentah-mentah.
Gagal mencapai kata sepakat, Fajardah dan Asri Auzar akhirnya menempuh jalur hukum.
Perkara ini telah terdaftar dengan Nomor Register 277/PDT.G/2024/PN.PBR dan sejak 6 Februari 2025 telah memasuki tahap pembuktian di persidangan.
Kasus ini menyoroti praktik peralihan hak tanah yang diduga cacat prosedur, penggunaan surat kuasa menjual, dan pengalihan sertifikat sebelum penyelesaian utang.
Sengketa ini tidak hanya menguji ketegasan aparat penegak hukum dalam menangani konflik agraria, tetapi juga menjadi pelajaran penting mengenai kehati-hatian dalam transaksi properti dan utang-piutang yang melibatkan aset berharga. * (Denny W)
