Scroll to top

IJAZAH ASLI ATAU PALSU
Renungan : Roy Fachraby Ginting

Author
By administrator
16 Nov 2025, 21:51:22 WIB Opini
IJAZAH ASLI ATAU PALSU


KASUS  ijazah telah membuat negeri ini begitu gaduh, kalau kita belajar hukum dengan sungguh sungguh tentu tidaklah sulit dan rumit dalam penyelesaiannya bila seorang sarjana hukum belajar dengan serius yang namanya asas pembuktian dan hukum acara pidana.


Mari kita simak terlebih dahulu apa yang di katakan Profesor Jimly Asshiddiqie, salah satu otak paling jernih di bidang hukum tata negara yang kita miliki.


Prof Jimly baru saja membuka jalan tengah yang sebenarnya sangat sederhana. 


Tapi, selama ini seperti dilupakan di tengah riuhnya tuduhan soal ijazah Presiden Joko Widodo. 


Menurutnya, sebelum kita berteriak “pemalsuan” atau “pidana” ke sana kemari, langkah pertama yang paling logis dan paling sesuai dengan asas hukum adalah memastikan dulu apa sesungguhnya objek sengketanya. 


Objek sengketa itu, kata Jimly, bukan orangnya, bukan pula perilaku manusianya, melainkan selembar kertas bernama ijazah. 


Selama status kertas itu, asli atau palsu, belum terbukti secara meyakinkan di pengadilan, maka segala tuduhan pidana yang dilemparkan kepada siapa pun, termasuk kepada seorang presiden, tetap berada di wilayah dugaan belaka. Pidana, bagaimanapun, selalu mensyaratkan perbuatan manusia yang terbukti salah, bukan sekadar kertas yang masih abu-abu keabsahannya.


Cara membuktikannya pun tidak perlu rumit. Cukup siapkan sidang terbuka, hadirkan ahli forensik dokumen, ahli grafologi, saksi dari perguruan tinggi yang menerbitkan, dan biarkan semua pihak yang merasa dirugikan mengajukan bukti serta bantahan di sana. 


Kalau ternyata kertas itu asli, selesailah urusan, semua tuduhan gugur dengan sendirinya. 


Tapi kalau ternyata palsu, dan ini yang ditekankan Jimly dengan nada sangat hati-hati, barulah kita bisa melangkah ke tahap berikutnya, menyeret orang yang selama sepuluh tahun menggunakannya sebagai syarat konstitusional untuk menduduki jabatan presiden atas dasar kebohongan kepada negara.


Kebohongan kepada Republik Indonesia selama satu dekade, itulah yang akan menjadi delik pidana yang sangat berat jika terbukti. 


Bukan karena ijazahnya palsu semata, tapi karena kertas itu dijadikan tiket untuk memimpin negara, dua kali pula. 


Di titik itulah negara tidak lagi boleh diam, karena yang dirugikan bukan individu, melainkan kedaulatan rakyat secara keseluruhan.


Yang menarik, Jimly tidak sedang menggurui atau memihak siapa pun. Ia hanya mengingatkan kita pada urutan logika hukum yang paling dasar, buktikan dulu benda bukti utamanya, baru kemudian bicara konsekuensi pidananya. Jangan dibalik. 


Karena kalau kita langsung meloncat ke tuduhan pidana tanpa pernah membuktikan status ijazahnya di pengadilan yang terbuka dan adil, maka sebenarnya kita sendiri yang sedang melanggar asas praduga tak bersalah yang selama ini kita junjung tinggi.


Di tengah gaduh politik yang sudah terlalu lama memanaskan telinga, pernyataan Jimly ini terasa seperti segelas air dingin yang disodorkan kepada orang yang sedang demam.


Sederhana, tapi tepat sasaran. Buktikan dulu kertasnya, baru kita bicara hukumannya.


Kalau kita masih punya sedikit malu sebagai bangsa hukum, seharusnya jalur itulah yang kita tempuh sekarang juga. 


Tanpa drama, tanpa teriak-teriak di jalanan, cukup di ruang sidang yang terbuka untuk umum. 


Supaya jelas, supaya tuntas, dan supaya kita tidak lagi mempermalukan diri sendiri di hadapan sejarah.


Semoga bermanfaat...


  • Penulis adalah Budayawan dan Dosen Universitas Sumatera Utara. 



Bagikan Artikel Ini:

Tinggalkan Komentar dengan Akun Facebook:
Tulis Komentar