Sekretaris CERI Sebut Penjualan LNG Pertamina Bukan Tanggungjawab Karen Agustiawan

GEGAS.CO || PEKANBARU - Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Hengki Seprihadi menyebutkan penjualan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) bukan lah tanggung jawab Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina.
Pernyataan Hengki ini menyoroti putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat pada 24 Juni 2024 lalu. Katanya, menurut Nota Dinas dari SVP Controller & Reporting Pertamina Bayu Kusuma Dewanto kepada SVP Downstream, Gas, Power & NRE Business Development & Portfolio Pertamina tertanggal 29 Desember 2023 perihal Profit dan Loss Penjualan Kargo LNG, dari Kontrak LNG Portofolio Tahun 2016 sampai dengan November 2023 bisa disimpulkan bahwa penjualan LNG Pertamina bukan merupakan tanggung jawab Karen Agustiawan.
Di samping itu, lanjutnya, penjualan LNG Pertamina yang merugi di tahun 2020 dan 2021 bukan hanya kontrak Pertamina dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) saja.
Baca Lainnya :
- Polsek Kampar Kiri Tangkap Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur0
- Demo di Kemendagri, GMPR Desak Mendagri Evaluasi Pj. Gubri SF Hariyanto0
- Momen Adi Purnama Berterimakasih kepada Kapolri dan Kapolda Sumsel0
- Ratusan Demonstran Desak Kejati Riau Buka Kembali Kasus Dugaan Korupsi Payung Elektrik Masjid Annur0
- Paripurna Istimewa DPRD HUT ke-240 Kota Pekanbaru, Pj Gubri: Pertumbuhan Ekonomi Kota Melebihi Provinsi0
"Malah, kontrak Pertamina dengan CCL sekarang ini malah untung paling besar," kata Hengki kepada sejumlah wartawan, Kamis (27/6/2024) di Pekanbaru.
Menurut dia, ternyata tidak ada klausul price review untuk semua kontrak LNG Amerika Serikat. "Bukan hanya CCL, karena indexnya HH. Price review diterapakan untuk kontrak yang pakai harga minyak sebagai acuan harga. Itu pun tidak semua kontrak seperti itu pakai price review," beber Hengki lagi.
"Price review itu bagai pedang bermata dua. Kontrak Pertamina dengan Woodside, ada price review. Ujung-ujungnya tahun lalu, harganya naik, karena harga pasar juga naik. Justru Pertamina malah rugi," lanjutnya.
Hengki menambahkan, awalnya kontrak dengan Woodside, harga FOB nya 11.5 persen x REP (Referrenced Export Price), namun oleh karena adanya klausul Price Review, maka harganya pada akhir tahun 2023 jadi naik 13.5 persen x REP.
Jika harga minyak REP, rata-rata harga minyak Indonesia yang diekspor adalah US$ 80/bbl, maka kenaikan harganya sebesar sebesar US$ 560,000 per kargo.
''Saat ini, kontrak dengan Woodside adalah 8 kargo per tahun. Maka kenaikan per tahun adalah 4.48 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp73,47 miliar. Ini dampak price review, harga menyesuaikan dengan pasar," pungkasnya. * (Denny W)
