Maruli Silaban SH : PT NSR Harus Hormati Hak Para Petani
GEGAS.CO || PELALAWAN - Pasca ditangkap dan dilaporkannya beberapa petani yang sedang memanen sawit oleh sekuriti PT Nusantara Sentosa Raya (NSR) di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Rabu (19/6/2024) lalu menimbulkan berbagai isu hukum serta sosial yang serius. Dan sempat viral juga di beberapa media sosial (medsos).
Maruli Silaban S.H., kuasa hukum petani sawit yang yang dilaporkan itu dalam siaran pers, Sabtu (22/6/2024), sangat menyayangkan apa yang dialami kliennya itu.
Baca Lainnya :
- Rekanan Keluhkan Dipalaki Uang Kontrak Rp1,5 Juta Sampai Rp6 Juta oleh Oknum PUPR Pelalawan0
- Terindikasi Adanya Penyelewengan, INPEST Laporkan Sejumlah Proyek SDA PUPR Pelalawan0
- Kades Merbau, Larang Perayaan Natal, Ada Apa Pelalawan?0
- PHR Dituding Tak Berikan Kontribusi terhadap Daerah Riau0
Apalagi, kata dia, peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi di Kabupaten Pelalawan. PT NSR telah berulang kali melaporkan petani atas tuduhan tindak pidana dengan tujuan menguasai lahan yang sebelumnya dikelola oleh petani.
Menurut Maruli Silaban SH, sebagai penasihat hukum 4 orang pekerja kebun sawit yang ditangkap oleh sekuriti dilapor ke Polres Pelalawan.
Untuk diketahui bahwa petani yang lokasinya lahannya dianggap masuk kawasan hutan telah berproses pengampunan negara dalam pengurusan keterlanjuran Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Keterlanjuran.
"PT NSR harus menghormati hak-hak para petani yang telah lebih dahulu mengelola lahan tersebut," tukasnya.
Apalagi, imbuh Maruli, peraturan perundang-undangan mengharuskan bahwa pengelolaan lahan yang melibatkan masyarakat harus memperhatikan hak-hak mereka dan memberikan kompensasi yang adil jika terjadi penggusuran, rasionalisasi luasan konsesi atau peralihan hak.
Selain penangkapan pekerja petani, PT NSR juga diduga melakukan intimidasi terhadap petani dan perusakan kebun termasuk parit gajah. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai peristiwa hukum pidana dan pelanggaran hak asasi manusia.
Tuduhan terhadap petani yang memasuki konsesi PT NSR juga menjadi dasar ancaman penggusuran paksa.
Petani yang memiliki bukti proses Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) terkait dengan PP 24 Tahun 2021 tentang keterlanjuran. Keterlanjuran dengan Regulasi: Melalui PP 24 Tahun 2021, pemerintah menetapkan aturan untuk menangani kegiatan yang terlanjur berjalan.
Regulasi ini mencakup persyaratan administrasi, teknis, dan lingkungan yang harus dipenuhi.
Proses UUCK dengan PP 24 dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi lingkungan serta kepentingan masyarakat tanpa menghambat perkembangan ekonomi dan investasi.
Maruli Silaban menekankan pentingnya perhatian serius dari pihak berwenang untuk memastikan keadilan bagi para petani yang telah mengurus pengampunan keterlanjuran mengelola lahan dan masuk proses UUCK.
Pihak PT NSR yang mau di konfirmasi terkait tindakan intimidasi, penangkapan dan perusakan yang tidak hanya merugikan petani, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan sosial dan hukum di wilayah tersebut. (rls/Denny W)
