GEGAS.CO || PEKANBARU - Muflihun, eks Sekretaris DPRD (Sekwan) Riau mendatangi Markas Polresta Pekanbaru, Minggu (13/7/2025), untuk membuat laporan polisi.
Pasalnya, mantan birokrat yang akrab disapa Uun ini, mengaku, tandatangannya dipalsukan dalam perkara dugaan SPPD fiktif semasa dia menjabat Sekwan DPRD Riau.
Laporan tercatat dengan Nomor: STPLP/533/VII/2025/POLRESTA PEKANBARU.
“Saya pastikan itu bukan tanda tangan saya. Tapi kenapa bisa dana negara cair? Siapa yang bermain di balik layar?” tegas Muflihun saat memberikan keterangan.
Kasus ini bermula dari dua dokumen perjalanan dinas atas nama Muflihun yang disebutkan untuk kunjungan ke Kementerian Dalam Negeri pada 2–4 Juli 2020: Surat Perintah Tugas Nomor: 160/SPT/ dan SPPD Nomor: 090/SPPD/.
Namun, Muflihun membantah keras telah menandatangani maupun melakukan perjalanan dimaksud. Anehnya, dokumen itu tetap diproses dan lolos verifikasi bagian keuangan hingga dana dicairkan.
Lebih dari sekadar kasus personal, Muflihun membeberkan bahwa kejadian ini bisa menjadi bagian dari kerusakan sistemik. Dalam pernyataan videonya yang beredar luas, ia menyebut ada 4.700 SPT (Surat Perintah Tugas) tercatat di lingkungan DPRD Riau yang berpotensi merugikan negara hingga Rp198 miliar.
“Kalau dari 4.700 SPT itu, hanya sebagian kecil yang benar, lalu sisanya bagaimana? Berapa banyak yang palsu?” ungkapnya retoris.
Nama-Nama Lama Kembali Muncul
Skandal ini menyingkap pola lama. Nama-nama staf keuangan yang disebut dalam kasus serupa tahun lalu, seperti Deni Saputra dan Hendri kembali mencuat.
Keduanya pernah disebut dalam persidangan kasus SPPD fiktif yang menyeret mantan Plt Sekwan Tengku Fauzan Tambusai.
Dalam sidang, saksi menyatakan praktik “meminjam nama” untuk perjalanan fiktif diimbangi dengan imbalan tunai hingga Rp1,5 juta per dokumen.
Namun, kendati nama-nama ini kerap muncul, hingga kini belum pernah diproses hukum.
“Ini mencurigakan. Nama yang sama terus berulang, tapi tidak pernah disentuh aparat. Ada apa dengan penegakan hukum kita?” tanya Weny Friaty, S.H., anggota tim hukum Muflihun.
Bukan Oknum, Tapi Sistem
Tim kuasa hukum Muflihun menilai masalah ini bukan semata ulah individu, tapi telah menjadi bagian dari pola kerja birokrasi yang korup.
“Kalau pejabat silih berganti, tapi praktiknya tetap, berarti kita sedang menghadapi kerusakan sistem, bukan hanya pelanggaran pribadi,” kata Khairul Ahmad, S.H., M.H., salah satu pengacara Muflihun.
Laporan resmi yang sudah diterima polisi membuka peluang penyelidikan ulang atas seluruh dokumen perjalanan dinas yang diduga fiktif, terutama dari tahun 2020 hingga 2021. Sorotan publik kini tertuju pada aparat penegak hukum.
“Saya percaya pada hukum. Tapi saya tidak akan diam saat nama dan kehormatan saya dicatut dalam praktik korupsi,” pungkas Muflihun kepada wartawan. * (rls/Denny W)
