GEGAS.CO || PEKANBARU - Penanganan perkara dugaan tindak pidana pengrusakan lahan dinilai lamban, penyidik Polres Rokan Hilir (Rohil) dilaporkan ke Polda Riau.
Penyidik Polres Rohil yang dinilai lamban itu berinisial IBM, berpangkat Inspektur Dua (Ipda). Ia dilaporkan 2 (dua) pengacara muda dari BSP Law Firm, Bangun Sinaga SH MH CLA dan Putra Niubungan SH atas nama kliennya, Erly Rospita Br Rajagukguk.
Dijumpai usai membuat laporan di Mapolda Riau, Putra Niubungan kepada wartawan, Rabu (9/4/2025), mengatakan pihaknya telah berulangkali mengajukan permintaan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sejak 3 dan 25 Maret 2025, namun tak kunjung mendapat tanggapan dari penyidik.
Bahkan saat kliennya meminta kepastian apakah kasus dapat diteruskan atau dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), penyidik hanya memberikan jawaban normatif tanpa kepastian.
Karena sikap tersebut, BSP Law Firm mengambil langkah tegas diambil dengan melayangkan surat pengaduan resmi kepada Kepala Kepolisian Daerah Riau c/q Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau, tertanggal 9 April 2025 dengan nomor register 003/Lapdu/IV/2025.
Dalam surat tersebut, mereka mempertanyakan profesionalitas penyidik yang dianggap abai terhadap kewajiban sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami sangat mengapresiasi respons cepat dari pihak Ditreskrimum Polda Riau yang langsung menerima pengaduan ini. Tapi kami sangat kecewa dengan lambannya penanganan kasus oleh penyidik Polres Rohil. Jika unsur pidananya tidak terpenuhi, keluarkan SP3. Jika ada, proses hukum harus ditegakkan dengan adil,” tegas Putra.
Pihak BSP Law Firm bahkan menyatakan siap membawa kasus ini ke jalur praperadilan apabila ditemukan adanya penyalahgunaan kewenangan atau upaya penghentian perkara tanpa dasar hukum yang jelas.
Kasus ini berawal dari dugaan pengerusakan lahan seluas enam hektare milik Erly Rospita Br Rajagukguk yang ditanami kelapa sawit di Desa Kasang Bangsawan, Kecamatan Pujud, Kabupaten Rokan Hilir.
Pada pertengahan 2024, terlapor berinisial “SN” diduga menggunakan alat berat untuk menggali tanah di perbatasan lahan, hingga menyebabkan longsor dan kerusakan pada tanaman sawit milik Erly.
“Saya sudah meminta operator alat berat berhenti dan minta SN datang menemui saya. Kami sepakat SN menutup galian sepanjang 100 meter yang menyebabkan erosi. Tapi janji itu tidak pernah ditepati, bahkan setelah menandatangani surat pernyataan di atas materai pada 13 Juni 2024,” tutur Erly kepada wartawan.
Atas kejadian itu, Erly melaporkan SN ke Polres Rohil pada November 2024 dengan nomor register STTLP/B/150/XI/2024/SPKT/POLRES ROKAN HILIR/POLDA RIAU. Namun sejak saat itu, proses hukum berjalan lambat tanpa adanya kejelasan SP2HP.
Baru pada Desember 2024 dilakukan pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), disusul dengan undangan konfrontasi pada 27 Februari 2025. Namun konfrontasi itu tertunda dan terus diundur dengan alasan penyidik berada di luar kota.
“Terakhir konfrontasi akhirnya dilaksanakan pada 10 Maret 2025, namun sampai sekarang kami masih belum menerima SP2HP, dan tidak ada tindak lanjut yang berarti dari penyidik. Maka dari itu, Kuasa Hukum saya terpaksa melaporkan hal ini ke Ditreskrimum Polda Riau,” kata Erly lagi.
Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2011, penyidik berkewajiban memberikan SP2HP kepada pelapor atau pihak terkait selama proses penyidikan berlangsung. Ketentuan ini ditegaskan pula dalam Pasal 406 KUHP yang melindungi hak milik atas perbuatan perusakan.
Putra Niubungan berharap, Polda Riau dapat bertindak objektif, profesional, dan adil dalam menangani laporan kliennya demi tegaknya supremasi hukum.
“Kami minta penegakan hukum dilakukan secara presisi, sesuai arahan Kapolri. Jika tidak ada unsur pidana, keluarkan SP3. Kalau ada, maka proses hukum harus dijalankan. Kami siap bawa kasus ini ke praperadilan jika dibutuhkan,” pungkasnya. * (Denny W)
