GEGAS.CO || PEKANBARU — Kuasa hukum Novriyani Irja, Yuka Noprul Nata SH MH dan Iga Muhendra SH, mempertanyakan kejanggalan penanganan perkara yang menimpa kliennya.
Mereka menyebut ada proses yang “ganjil bin aneh,” karena Novriyani—yang jelas menjadi korban pengeroyokan—justru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polresta Pekanbaru.
Padahal, sebelumnya 4 (empat) pelaku pengeroyokan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polsek Binawidya.
"Kami berharap Kasatreskrim Polresta yang baru bersikap jernih dan adil dalam menangani perkara klien kami ini," tuturnya kepada wartawan usai memberikan pendampingan hukum terhadap kliennya; Novriyani Irja di Mapolresta Pekanbaru, Kamis (4/12/2025).
Diungkapkannya, peristiwa pengeroyokan itu terjadi pada 6 April 2025 di rumah korban di Jalan Radio, Kelurahan Delima, Kecamatan Binawidya.
Para pelaku masing masing berinisial WW, HA, MAN dan PR. Mereka datang bersama Hermoliza, suami sah WW yang juga mantan suami siri korban. Aksi pengeroyokan tersebut disaksikan oleh Halim Fuady Siregar, guru mengaji anak korban.
Pada hari kejadian, Novriyani langsung melapor ke Polsek Binawidya melalui laporan polisi LP/B/356/IV/2025/SPKT/Polsek Binawidya. Para pelaku telah menjalani pemeriksaan, visum dilakukan, dan berkasnya bahkan telah masuk tahap I di kejaksaan. Namun tidak satu pun dari 4 tersangka itu ditahan.
Sebaliknya, 13 hari setelah peristiwa tersebut, muncul laporan tandingan di Polresta Pekanbaru dengan nomor LP/B/381/IV/2025/SPKT/Polresta Pekanbaru. Pelapor adalah HA—yang justru menjadi tersangka pengeroyokan di Polsek. Anehnya, laporan ini memiliki tempat, waktu dan pihak-pihak yang sama persis dengan peristiwa pengeroyokan, sehingga kuasa hukum menduga laporan tersebut hanya membalik posisi hukum untuk mengimbangi perkara utama.
Keanehan lain muncul ketika saksi kunci, Halim Fuady, dipanggil melalui kantor pos sebelum Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan. Surat panggilan bahkan diterima setelah masa pemeriksaan terlewat, yang menurut KUHAP menjadikan pemanggilan itu cacat prosedur.
Setelah SPDP akhirnya keluar, Halim diperiksa resmi pada 27 Oktober 2025. Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa tidak ada penganiayaan yang dilakukan Novriyani. Dia menyaksikan bahwa Novriyani justru dikeroyok oleh para pelaku yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka di Polsek Binawidya, Pekanbaru. Seluruh kejadian merupakan satu rangkaian, bukan dua peristiwa terpisah sebagaimana narasi laporan tandingan.
Sementara itu, bukti yang ditunjukkan penyidik Polresta kepada kuasa hukum dinilai sangat lemah: hanya potongan video adu mulut tanpa unsur kekerasan, serta foto lebam di tangan yang tidak jelas identitasnya. Diduga tidak ada visum et repertum, tidak ada saksi yang mendukung laporan tandingan dan keterangan saksi kunci justru membantah tuduhan terhadap Novriyani.
Tetapi, berdasarkan keterangan yang mereka peroleh dari penyidik Polresta Pekanbaru, pihak menetapkan status tersangka terhadap Novriyani Irja berdasar visum et repertum pelapor dan keterangan ahli forensik.

Kuasa hukum menilai situasi ini ironis dan janggal. “Pelaku pengeroyokan jelas-jelas sudah jadi tersangka dan berkasnya tahap I. Tetapi korban justru ditetapkan tersangka di Polresta berdasarkan laporan tandingan dengan bukti yang lemah dan tidak konsisten,” ucap Yuka.
"Sementara saksi kunci atau fakta, yakni Halim Fuady dikesampingkan.
Yang dipakai keterangan saksi keluarga Hasna Afifah tu dikuat kan keterangan ahli pidana," terang Yuka.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polresta Pekanbaru belum memberikan keterangan resmi terkait kejanggalan yang disoroti kuasa hukum. * (Denny W)
