Scroll to top

Orangtua Korban Perundungan Tolak Narasi Direskrimum Polda Riau Terkait Kematian Anaknya

Author
By administrator
07 Jun 2025, 22:04:50 WIB Hukrim
Orangtua Korban Perundungan Tolak Narasi Direskrimum Polda Riau Terkait Kematian Anaknya

GEGAS.CO || PEKANBARU – Duka mendalam masih menyelimuti keluarga Gimson Butarbutar, orang tua dari almarhum KB (8 tahun), yang meninggal dunia pada 26 Mei 2025 setelah diduga menjadi korban perundungan dan kekerasan oleh kakak kelasnya di sebuah sekolah dasar di Indragiri Hulu (Inhu).


Juru bicara pihak korban Viator Butarbutar dalam konferensi pers yang digelar di sebuah hotel di Pekanbaru, Sabtu (7/6/2025) siang, menegaskan keluarga menolak tegas narasi yang menyudutkan mereka sebagai orangtua lalai dan menuntut pertanggungjawaban penuh atas kematian anak mereka.  


Narasi itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan dalam press release pada Rabu (4/6/2025) lalu. 


"Konferensi pers hari ini semata-mata kami adakan sebagai respon terhadap press release Polda Riau yang terkesan bias, menyesatkan dan merugikan kami," tukasnya.


Bayangkan saja, lanjut Viator, orangtua korban disebut lalai. Disebut mengapa korban tidak dibawa ke dokter. 


"Ngapain kami bawa ke dokter, (sebelum peristiwa perundungan terhadap KB, Red) orang tak ada sakit, tidak ada keluhan sakit. Begitu ada gejala seperti demam, ya, namanya orang kita, apalagi di kampung ya dikasih lah makan sanmol (obat penurun panas demam, Red)," tukasnya.


Gimson Butarbutar, ayah korban menimpali anaknya selama ini tidak ada terdeteksi mengidap penyakit usus buntu. 

"Dia sakit seminggu. Jaraknya seminggu meninggalnya. Sakit di Senin, meninggalnya Senin (berikutnya, Red)," tutur Gimson mengenang almarhum anak sulungnya itu.


Gimson juga membantah keras tuduhan bahwa mereka membawa anaknya KB ke tukang urut alih-alih ke dokter. "Itu tidak benar! Justru salah satu orang tua pelaku yang menyarankan pengobatan alternatif itu, dan itu dilakukan di rumah pelaku, bukan di rumah kami," pungkasnya.


Ditanya apakah pihak keluarga akan melaporkan Dirreskrimum Polda Riau ke Kadiv Propam Mabes Polri, baik Viator maupun Gimson akan berkonsultasi dulu dengan Tim Kuasa Hukum mereka, baik yang ada di Pekanbaru maupun di Jakarta.




Sekolah dan Aparat Harus Bertanggung Jawab!


Keluarga menyesalkan upaya pengalihan isu dari akar masalah: perundungan dan kegagalan sekolah melindungi muridnya. 


"Mengapa tidak ada yang membahas tanggung jawab sekolah? Pasal 54 Undang undang Perlindungan Anak jelas menyatakan, sekolah dan pemerintah daerah wajib bertanggung jawab jika terjadi kekerasan pada anak. Tapi yang disoroti justru kami, seolah kematian anak kami hanya karena kelalaian kami sendiri," kata Viator.  


Mereka juga mempertanyakan inkonsistensi kronologi kasus. "Laporan disebut masuk 19 Mei, padahal anak kami meninggal 26 Mei. Otopsi dilakukan setelahnya. Lalu, siapa yang dilaporkan pada 19 Mei? Ini tidak masuk akal!"  


Dengan lirih, Gimson menyatakan, keluarga tidak menginginkan pelaku—yang masih anak-anak—disakiti. 


"Kami hanya minta hukum ditegakkan. UU Perlindungan Anak memberikan sanksi dan tindakan rehabilitasi bagi pelaku di bawah umur. Mengapa ini diabaikan?"  

Dia juga mengungkapkan bahwa sebelum meninggal, KB sempat mengaku ditendang dan dipukul oleh para pelaku. 


"Saya saksi hidup anak saya. Saya mendengar pengakuannya langsung. Sekarang, kami hanya ingin kebenaran terungkap dan keadilan ditegakkan,"  pungkasnya. * (Denny W)


Bagikan Artikel Ini:

Tinggalkan Komentar dengan Akun Facebook:
Tulis Komentar