GEGAS.CO || PEKANBARU - Seorang pensiunan guru berusia 75 tahun dan hidup sebatang kara, Yuharti Yusuf diduga menjadi korban penipuan oleh seorang ASN di lingkungan Pemprov Riau, berinisial Bkl.
Modusnya, lumayan licik. Pelaku yang tak lain adalah tetangga korban berpura pura bersimpati terhadap Yuharti yang baru saja kehilangan anak gadisnya yang telah pergi untuk selama lamanya.
Bkl lalu menawarkan kepada Yuharti untuk membeli rumah yang ditempatinya seharga Rp600 juta. Pelaku lalu meminjam sertifikat hak milik (SHM) rumah tersebut.
Yuharti pun menyerahkan SHM rumahnya. Ternyata, oleh Bkl, SHM tersebut dibaliknamakan atas nama istrinya, KDS, anak mantan Bupati yang juga pernah menjabat anggota DPRD Pekanbaru.
Setelah SHM itu sudah berubah nama kepemilikan, sertifikat itu diagunkan ke BPR Hasanah. Pihak bank lalu mentransfer dana sebesar Rp450 juta melalui rekening BRI Yunarti Yusuf.
Liciknya Bkl, dia lalu meminjam ATM Yuharti. Katanya saat itu untuk memastikan pinjamannya benar benar sudah masuk.
Karena sudah menanggap Bkl dan istrinya anak sendiri, Yuharti lalu menyerahkan saja ATM-nya. Ketika itu, lah secara bertahap dana hasil agunan sertifikat Yuharti itu dikuras Bkl. Dananya dipindahkan beberapa kali ke rekening istri Bkl dan juga diduga rekening anaknya.
Tak hanya uang hasil menggadaikan SHM Yunarti, uang sagu hati ketika dia ditabrak orang tak dikenal di Jalan Jenderal Sudirman sebesar Rp8 juta juga digasak oleh Bkl.
Rumah Terancam Disita Bank
Yunarti baru tersadar menjadi korban penipuan Bkl ketika ada beberapa orang yang mengaku dari pihak bank akan menyita rumahnya.
Saat itu, Yunarti betul betul kaget karena dia diminta mengosongkan rumah karena rumah tersebut akan dilelang bank.
Tentu saja Yunarti tak mau. Karena dia tak pernah merasa meminjam uang ke bank mana pun. Lalu orang bank menjelaskan jika rumah itu atas nama KDS, istrinya Bkl.
Puncak kemarahan Yunarti ke Bkl, sang pensiunan guru yang hidup sebatang kara lalu mengatakan;
''Kalau tak sanggup bayar (untuk beli rumahnya, Red), tolong sertifikat rumah Mama dikembalikan,'' katanya.
Namun SHM yang sudah berubah nama tanpa persetujuan Yunarti dan diagunkan ke bank itu tetap tidak diserahkan Bkl.
Akhirnya tetangga korban pun mengetahui kejadian itu, dan meminta surat perjanjian di atas meterai yang ditandatangani Bkl pada 17 Nopember 2024.

Dalam perjanjian yang disaksikan Sekretaris RT setempat, Bkl berjanji akan membayar uang pembelian rumah itu ke Yunarti paling lambat bulan 28 Februari 2025.
Tetapi sejak perjanjian itu dibuat, dan orang orang bank sering mencarinya, Bkl sudah jarang tinggal di rumah Yuharti. Tetapi barang barangnya masih ditinggal di rumah itu.
Karena tidak ada itikad baik Bkl untuk membayar utangnya itu dan ''menguras'' uang di dalam rekening Yuharti, dia pun dilaporkan ke Polda Riau dengan tuduhan penggelapan dan penipuan.
''Kami memohon terlapor secepatnya dipanggil dan ditangkap pihak penyidik Ditreskrimum Polda Riau,'' kata Ridwan Comeng, S.H., M.H. kepada wartawan.
Terpisah, pihak terlapor Bkl yang dikonfirmasi melalui handphonenya tidak mau menjawab.
Begitu pun pesan WhatsApp (WA) pun tidak ditanggapi Bkl. * (Denny W)
