GEGAS.CO || PEKANBARU - Kuasa hukum mantan Ketua Umum Ormas Petir, Jekson Sihombing (JS) melayangkan teguran keras terhadap sejumlah media massa yang dianggap menyalahi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam pemberitaan seputar Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat kliennya.
Kuasa hukum JS, Darwin Natalis Sinaga, S.H., menilai sejumlah media melanggar KEJ karena memberitakan kliennya tanpa asas praduga tak bersalah. Dia menegaskan akan menempuh langkah hukum bila tidak ada koreksi.
Darwin menuding pemberitaan OTT yang beredar di berbagai platform digital telah mencederai prinsip dasar jurnalisme dan merugikan kliennya secara moril maupun materil.
Sejumlah media dinilai tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah dan justru menggiring opini publik seolah-olah kliennya telah terbukti bersalah.
Darwin Natalis Sinaga, kuasa hukum yang ditunjuk melalui saudara kandung Jekson, Jakop Sihombing, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk menjaga kehormatan pribadi dan keluarga kliennya.
“Benar, kami ditunjuk untuk mengurus sejumlah media yang dinilai melanggar kode etik atas pemberitaan yang tidak mengutamakan asas praduga tak bersalah,” katanya di Pekanbaru, Sabtu (8/11/2025).
Darwin menilai, sejumlah pemberitaan yang beredar telah menyimpang dari prinsip dasar jurnalisme. Ia menegaskan, jurnalis seharusnya mengedepankan keseimbangan informasi, menghormati privasi, serta menghindari penayangan wajah tersangka sebelum adanya keputusan hukum tetap. “Penyebutan nama lengkap dan penayangan wajah klien kami tanpa pemburaman jelas melanggar kode etik jurnalistik,” tegasnya.
Beberapa media disebut menayangkan berita dengan judul yang dinilai tendensius, seperti “Ketua Ormas Petir Jekson Sihombing Ditangkap di Hotel Pekanbaru Tersangka Pemerasan Rp150 Juta” dan “Polda Riau Ringkus Petinggi Ormas Petir Tersangka Pemerasan Perusahaan di Pekanbaru”.
Menurut Darwin, judul-judul tersebut tidak hanya menggiring opini publik, tetapi juga menciptakan stigma sosial terhadap kliennya sebelum proses pengadilan dimulai.
Akibat pemberitaan yang tidak berimbang dan tersebar di berbagai platform digital seperti YouTube, TikTok, serta Facebook, Darwin menyebut kliennya mengalami kerugian materiil dan immateriil. Ia juga menyoroti fenomena “trial by media”, di mana pemberitaan pers kerap berperan sebagai “hakim” sebelum hukum berbicara.
Melalui pernyataan resminya, Darwin meminta seluruh media yang telah menyiarkan berita terkait kliennya untuk segera melakukan koreksi dan memberikan hak jawab. “Kami menghimbau seluruh media, baik cetak maupun elektronik, agar segera meralat dan memperbaiki pemberitaan terkait klien kami,” ucapnya.
Pihaknya juga menyiapkan langkah lanjutan berupa teguran hukum, pengajuan hak jawab, hingga opsi hukum pidana maupun perdata jika upaya persuasif tidak diindahkan. “Jika langkah damai tidak direspons, kami akan tempuh jalur hukum,” pungkas Darwin. * (Denny W)
