GEGAS CO || BATAM — Sidang perkara pidana dengan terdakwa Ariq Tri Anugrah di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (11/11/2025) menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan pegiat hukum.
Sidang yang dipimpin hakim Vabiannes Stuart Wattimena itu dinilai janggal karena jaksa penuntut umum (JPU) Gustirio Kurniawan tidak membacakan surat dakwaan, padahal agenda sidang perdana semestinya dimulai dari pembacaan dakwaan sesuai amanat Pasal 155 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam persidangan yang juga dihadiri anggota majelis hakim Yuanne Marietta Rambe dan Ferry Irawan, terdakwa Ariq Tri Anugrah duduk di kursi pesakitan didampingi penasihat hukumnya, Eliswita dari Lembaga Bantuan Hukum Suara Keadilan.
Saat membuka sidang, hakim ketua Wattimena sempat menanyakan agenda hari itu kepada JPU. Dengan tenang, Gustirio menjawab bahwa sidang tersebut merupakan sidang pertama. Namun ketika diminta membacakan surat dakwaan, jaksa tampak kebingungan dan tidak melanjutkan pembacaan sebagaimana seharusnya.
Kebingungan itu bertambah ketika hakim Wattimena mengaku tidak mengetahui siapa sebenarnya JPU yang menangani perkara tersebut. Penasihat hukum Eliswita kemudian menjelaskan bahwa jaksa bernama Franky Manurung merupakan salah satu tim penuntut yang tercatat menangani perkara itu.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Batam, terdapat 5 (lima) nama JPU yang ditugaskan, yakni Titiek Indrias, Aditya Syaummil Patria, Muhammad Arfian, Franky Manurung dan Izhar.
Meski surat dakwaan belum dibacakan, hakim Wattimena tetap menutup sidang dengan agenda lanjutan menghadirkan saksi pada pekan berikutnya. Keputusan itu dinilai aneh oleh sejumlah pengamat hukum karena tanpa pembacaan dakwaan, proses sidang dianggap cacat hukum dan melanggar prosedur acara pidana.
Pasal 155 ayat (2) KUHAP dengan tegas menyebut bahwa setelah pemeriksaan identitas terdakwa, hakim ketua wajib memerintahkan penuntut umum membacakan surat dakwaan, sebelum melanjutkan ke tahap pemeriksaan lain. Tanpa dakwaan, proses peradilan kehilangan dasar hukum yang sah untuk menilai perbuatan pidana terdakwa.
"Jika dakwaan tidak dibacakan, maka seluruh proses setelahnya bisa dianggap batal demi hukum,” kata salah satu praktisi hukum di Batam yang enggan disebut namanya.
Dia menilai kejadian tersebut menunjukkan lemahnya koordinasi antar-penegak hukum di tingkat pengadilan.
Peristiwa di PN Batam itu menjadi pengingat pentingnya ketelitian dalam menegakkan prosedur. Sebab, setiap kelalaian sekecil apa pun dalam proses peradilan bukan hanya soal administrasi, tetapi juga menyangkut hak terdakwa dan integritas hukum negara
Sidang perdana kasus pidana di Pengadilan Negeri Batam menuai sorotan. Jaksa penuntut umum tak membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa, memunculkan dugaan pelanggaran prosedur hukum acara pidana.
Kekeliruan dalam sidang perkara Ariq Tri Anugrah di PN Batam dianggap mencederai asas peradilan sesuai KUHAP. Hakim sempat kebingungan menentukan jaksa penuntut yang sebenarnya menangani kasus tersebut. * (J. Pandiangan)
