GEGAS.CO || PEKANBARU - Serangkaian tragedi maut yang terjadi di wilayah kerja PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dalam sepekan terakhir memicu gelombang duka dan kemarahan publik di Riau.
Sebanyak 2 (dua) pekerja dari perusahaan mitra PHR dilaporkan meninggal dunia karena keluhan dada, disusul oleh insiden memilukan tenggelamnya 2 balita di kolam bekas pengeboran di Rokan Hilir (Rohil)
Korban pertama, FEA (37), seorang lineman dari PT Wahanakarsa Swandiri (WKS), menghembuskan napas terakhir pada Jumat, 18 April 2025.
Dia dilaporkan mengalami sesak dada saat beristirahat di shelter lokasi Ubi 13, Rohil. Meski sempat dilarikan ke Puskesmas Sedinginan, nyawanya tidak tertolong.
Tiga hari kemudian, Senin, 21 April 2025, HS (42), sopir truk dari PT SGJ, meninggal dunia setelah mengeluh nyeri di ulu hati dan dada saat kembali dari distribusi material ke sumur P-UBI25-08. Ia meninggal dalam penanganan medis di Puskesmas Tanah Putih.
Kesedihan kian memuncak ketika dua balita, FH (4) dan FPW (2), tenggelam di kolam eks pengeboran milik PHR di Dusun Sungai Rangau, Kecamatan Rantau Kopar.
Kolam tersebut dilaporkan tidak memiliki pagar pengaman, rambu peringatan, maupun penutup, sehingga mudah diakses warga sekitar.
Tragedi ini memicu kemarahan Khoirul Bazzar, Ketua Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI).
Dalam konferensi pers, Ketua PMRI ini mengatakan insiden itu sebagai bentuk pembunuhan oleh kelalaian korporasi.
“Ini bukan sekadar kecelakaan. Ini kelalaian sistemik. PHR harus bertanggung jawab secara hukum!” tegasnya.
Saat dihubungi, Staf Humas Wilayah Rokan, Tinta, hanya menjawab singkat:
“Terima kasih atas konfirmasinya, kami akan cek ke tim dan mitra kerja terkait," katanya seperti dikutip dari situs www.sabangmeraukenews.com.
Redaksi akan terus mengikuti perkembangan investigasi dan respons dari pihak-pihak terkait. * (Denny W)
