TERNYATA KEKUATAN RAKYAT ITU MASIH DAHSYAT

BERMULA dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada yang menandai bahwa di negeri ini masih ada setitik cahaya untuk perbaikan demokrasi kita yang sudah semakin carut marut dengan politik dinasti dan pro kepada kekuasaan.
Rakyat tentu merasa lega dengan hasil keputusan MK yang menyatakan, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD dan hal ini tentunya dengan adanya syarat syarat tertentu.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) Undang Undang tentang Pilkada inkonstitusional. Dalam isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah;
Baca Lainnya :
- Retribusi di Lokasi Pacu Jalur Talukkuntan Dikeluhkan Pedagang0
- Indra Pomi : Pilkada Momentum Demokrasi untuk Pembangunan Daerah Berkelanjutan0
- APH Diminta Usut Dugaan TPP ASN Inhu Dialihkan untuk Kepentingan Politik Bupati0
- Polres Kampar Limpahkan Perkara Dugaan Tipikor Dana Desa Teratak Rp454 Juta0
- BALIHO DAN PILKADA0
"Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Atas dasar hal tersebut di atas, maka MK lalu memutuskan mengubah isi dari Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada dengan menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut ini.
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur;
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.
Keputusan Mahkamah Konstitusi ini sontak di lawan DPR RI dengan segera menggelar rapat Badan Legislasi (Baleg) pada hari Rabu, 21 Agustus 2024 yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB.
Baleg DPR langsung membentuk Panitia Kerja RUU Pilkada. Panja kemudian membahas daftar inventaris masalah (DIM) RUU Pilkada hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam. Lalu rapat dilanjutkan dengan penyampaian pendapat masing-masing fraksi mulai pukul 15.30 WIB.
Pimpinan rapat Baleg DPR Achmad Baidowi menyimpulkan revisi UU Pilkada kemudian disetujui oleh mayoritas partai.
Keputusan Baleg dibuat pada 16.55 WIB yang artinya revisi UU ini hanya butuh waktu tujuh jam untuk disepakati di tingkat Baleg.
Baleg DPR pun menganulir dua putusan krusial MK dalam draf isi revisi UU Pilkada tersebut dan tentunya hal ini memperkuat analisis bahwa Rakyat menganggap bahwa revisi UU Pilkada ditujukan demi kepentingan Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengusung Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Kaesang Pangarep dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024.
Apalagi sebelumnya Kaesang telah di dukung penuh oleh partai partai pendukung pemerintah untuk maju sebagai bakal calon Wakil Gubernur Jawa Tengah. Kaesang di persiapkan berduet bersama Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan Ahmad Luthfi. KIM pun telah memastikan akan mengusung pasangan tersebut.
Hal itu juga di perkuat dengan Kaesang Pangarep telah mengurus surat belum pernah dipidana untuk menjadi calon dalam Pemilihan Kepala Daerah Jawa Tengah (Jateng) 2024.
"Betul Kaesang sudah mengurus surat keterangan belum pernah dipidana ke PN Jaksel. Persyaratan pencalonan sebagai Wagub Jateng," kata Pejabat Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto kepada wartawan di Jakarta.
Hal ini tentu membuat dinamika politik Indonesia semakin memanas selepas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengebut revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Perlawanan DPR ini juga memicu kemarahan publik dan mampu membuat masyarakat secara bersama dan bersatu melawan dengan beramai ramai memprotes keras keputusan DPR tersebut dan menjadi faktor demonstrasi kekuatan rakyat dan mahasiswa serta akademisi serta lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan perlawanan secara serentak di kota kota besar di seluruh Indonesia.
Aksi unjuk rasa tersebut merupakan "Peringatan Darurat" dan #KawalPutusanMK untuk merespons DPR RI yang menolak putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat calon kepala daerah Pilkada 2024, Rabu tanggal 21 Agustus 2024 yang lalu.
Demonstrasi dengan kekuatan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat bukan hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga di beberapa kota besar di Indonesia, yakni Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Bali, Purwokerto, Makassar, Mataram, Malang, Pontianak, Palembang, Medan, Pekanbaru, Jember, dan Samarinda.
Demo yang sempat ricuh membuat pergerakan negatif pasar keuangan RI, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang jatuh 0,87 persen di level 7.488,67 pada penutupan perdagangan Kamis lalu.
Pelemahan ini mendekati catatan buruk saat demo menentang kepemimpinan Seoharto saat krisis 1997/1998 di mana IHSG ambruk 0,94 persen sehari.
Kekuatan Rakyat yang demikian besar dan kompak merupakan bagian dari respons puncak kekecewaan publik terhadap elite politik, terutama anggota DPR, eksekutif, dan yudikatif.
Respons publik ini ibaratnya puncak ketidak- puasan dan kekecewaan publik terhadap elite-elite di negeri ini, baik eksekutif atau legislatif atau yudikatif sehingga kemudian publik mengekspresikannya dengan cara turun ke jalan atau berdemontrasi yang tentunya hal ini sesuatu yang dijamin oleh undang-undang.
Pelaku usaha juga buka suara merespons pecahnya aksi demo Peringatan Darurat Indonesia. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, aksi demo Peringatan Darurat Indonesia yang terjadi hari ini merupakan efek dari intervensi-intervensi akibat kepentingan politik. Kondisi ini, ujarnya, bisa memicu efek yang lebih besar jika tak ditangani secara baik dan netral.
Melihat kekuatan rakyat yang demikian besar serta kompak dan bersatu melahirkan sebuah keputusan koalisi Indonesia Maju (KIM) yang memastikan tidak akan mengusung putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, di Pilkada Jawa Tengah 2024.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad memastikan Koalisi Indonesia Maju (KIM) tak akan mengusung putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah atau Pilgub Jateng 2024.
Dasco mengakui memang ada aspirasi mencalonkan Kaesang. Namun, ia menyebut KIM sudah sepakat memasangkan Ahmad Luthfi dengan Taj Yasin Maimoen.
Batalnya revisi UU Pilkada oleh DPR RI tentu saja membuat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep tak bisa maju dalam pilgub Jawa Tengah.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi pun hanya merespons singkat saat ditanyakan hal tersebut. Ayah Kaesang ini meminta wartawan tanya langsung kepada yang bersangkutan.
Kepala Negara ditanya tentang demonstrasi massa yang menolak revisi Undang-Undang Pilkada. Menurut dia, demonstrasi dirasa baik adanya. Jokowi menyebut demo juga bagian dari aspirasi masyarakat.
"Baik, itu baik. Itu penyampaian aspirasi dari rakyat, sangat baik," ucap Jokowi.
Ternyata Kekuatan Rakyat itu masih ada dan ternyata Kekuatan Rakyat itu masih bisa menjaga Indonesia tetap sebagai negara hukum dan bukan negara kekuasaan.
Dengan masih adanya kekuatan rakyat yang mampu menghempang kekuasaan yang menyakiti hati masyarakat dan kekuatan yang ingin membuat demokrasi di Negeri ini semakin semena mena dengan menyuburkan kekuasaan dinasti dan mewujudkan kekuatan kekuasaan yang dibangun dengan oligarki. ***
- Penulis adalah Dosen Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
