Sabar Sebelum Sebar

By administrator 16 Agu 2023, 09:43:59 WIB Opini
Sabar Sebelum Sebar

Oleh Helfizon Assyafei
(Penulis adalah Jurnalis)

 

KESIMPULAN. Lho kok kesimpulan? Ya kalau diuraikan terlalu panjang. Begini. Bila Anda mendapati sebuah berita, info, cuplikan video, narasi atau apapunlah itu di medsos maka bila ia mengandung beberapa gejala berikut maka itu ciri berita bohong (hoax). Provokatif, tak jelas sumbernya dan minta diviralkan. Provokatif itu maksudnya lagi bila setelah Anda baca berita itu Anda menjadi sangat marah, sangat sedih, sangat benci, sangat muak, sangat geram dan sangat-sangat lainnya itulah indikatornya.

Baca Lainnya :

Apa tujuan berita hoax? Pertama mengaduk-aduk perasaan kita. Kedua, menggiring kita percaya pada sesuatu yang sebenarnya bohong. Kata penasehat Hitler kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi ‘kebenaran’.  Ketiga, menimbulkan keresahan. Keempat, menimbulkan perpecahan, saling curiga, saling benci. Yang diserang berita hoax itu bukan rasio (akal) kita tapi emosi kita.

Kita sedang berada di zaman post thruth (pasca kebenaran). Fakta tidak lagi menjadi ukuran kebenaran. Berganti dengan persepsi. Contoh sederhana ada seorang lelaki yang ingin memasukkan sedekahnya ke kotak infak dari kaca. Uangnya tak bisa masuk karena lobang kotak itu kecil sekali. Ia coba menekan dan brakk!! Bagian atas kotak kaca itu ambrol. Seorang yang melihatnya lalu memvideoakan dan memviralkannya dengan judul; seorang lelaki coba mencuri kotak infak.

Sipembuat video merasa dirinya benar. Si korban hoax merasa dirinya tidak bersalah. Si pembaca menyalahkan korban. Padahal yang sedang viral itu perspesi bukan fakta. Itulah beda media sosial yang tidak  pakai cek and ricek dulu. Berbeda dengan media massa yang harus cek and ricek dulu. Kalau media massa yang buat seperti itu bisa digugat ratusan juta karena media massa resmi dan berbadan hukum.

Demikan sedikit benang merah yang saya dapatkan saat mengikuti seminar bertajuk Lawan Misinformasi untuk Pemilu Sehat di lantai 3 Gedung Perpustakaan Soeman HS Riau, Selasa (15/8/2023). Apalagi dekat Pemilu maka para produsen hoax biasanya mendapat suntikan dana dan makin menjadi-jadi. Mereka sepertinya belum bisa dibasmi tuntas maka kitanya yang harus mengedukasi diri sendiri untuk tidak ikut jadi penyebar konten-konten mereka tanpa kita sadari.

Caranya? Menurut narasumber lakukan langkah A, B, C. A=amati informasi itu dulu. Provokatifkah? Terus kalau di WA cek biasanya ada tanda panah (diteruskan berkali-kali). B=baca sampai tuntas, karena kadang judul dan isi beda. Judul keren isi sampah. C=cari sumbernya. Benarkah dari media resmi? Atau mencatut nama media resmi? Lakukan cek fakta. Caranya dengan buka web ww.s.id/cekhoax.id. Lalu ketikkan keyword nya apa. Nanti muncul keterangan itu hoax atau bukan.

Kini kita berada di zaman overload informasi. Ada begitu banyak informasi yang tak peduli apakah kita butuh atau tidak. Mereka datang begitu saja ke ruang publik kita tanpa bisa ditertibkan . Ini gejala tidak sehat dan kalau kita lahap semua kita akan kegemukan (obesitas informasi). Dan satu lagi yang lebih berbahaya adalah konten video yang menggunakan teknologi AI (Artifical Intelligence) atau kecerdasan buatan digital.

Lewat teknologi ini seorang wanita di Amerika sana pernah diperas ratusan juta dengan cara sipembuat konten porno menempelkan wajah korban pada pelaku (pemain film) dan hasilnya seperti aslinya, hidup dan bergerak lewat proses editing yang sempurna. Lalu hasil itu dikirinm ke korban dan diancam akan disebarkan kalau tak membayar sejumlah uang. Dan jika para proudsen hoax menguasai teknologi itu maka tentu makin  berbahaya.

Wajah orang lain diambil lalu kata-kata dibuat oleh sipembuat konten seolah wajah orang yang diambil itu yang mengatakannya. Kalau dalam fikihnya itu namanya fitnah. Dosanya bahkan lebih besar dari pembunuhan. Jadi jangankan di area politik bahkan saya, Anda dan kita semua bisa saja jadi subjek hoax ataupun korban hoax tergantung seberapa pentingnya kita di mata publik. 

Maka bagaimana menghadapinya? Pertama saring sebelum sharing (dibagikan). Sadari info yang kita terima belum tentu benar jangan bagikan dulu. Kedua, sabar sebelum sebar. Jangan apa-apa info yang didapatkan langsung sebar tanpa menganalisanya lebih dulu. Sebab kita bisa jadi penyebar fitnah tanpa kita sadari.

Maka ada baiknya menghadapi era overload informasi ini kita memakai prinsip seorang filsuf yakni meragukan semua hal sebelum mengujinya apakah itu fakta atau hanya persepsi. **

 




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment