Jikalahari Tolak Deklarasi KHG Sungai Siak – Sungai Kampar
Dianggap Hanya Untungkan Korporasi

GEGAS. CO || PEKANBARU - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menolak hadir dalam deklarasi aksi bersama untuk Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Siak – Sungai Kampar.
Deklarasi itu yang merupakan inisiasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau ini rencananya dijadualkan besok pagi (08/08/2023) di Kampus Universitas Riau (Unri).
Made Ali, Koordinator Jikalahari mengungkapkan ada 2 (dua) alasan dirinya menolak hadir di acara deklarasi itu.
Baca Lainnya :
- Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru Pensiun0
- SPM Pepahat Bengkalis Juara I Turnamen Gasing0
- Masyarakat Merbau Minta Anggota DPR RI Andi Rachman Perjuangkan Sertifikat Gratis0
- 15 dari 17 Imigran Rohingya yang Baru Ditempatkan di Siak Resort Kabur0
- Polda Riau Didesak Usut Tuntas Pembunuhan Berencana Aktivis Lingkungan di Kuansing0
Pertama, greenwashing untuk perusahaan. Kehadiran Perusahaan HTI dalam deklarasi ini jelas menguntungkan perusahaan karena seolah-olah berperan dalam memperbaiki gambut yang telah mereka rusak dengan cara membakar, membuat kanal dan menebang hutan alam.
Padahal, temuan Jikalahari di bentang KHG Sungai Kampar- Sungai Siak sepanjang 2019 - 2023 perusahaan terafiliasi APP (PT Arara Abadi, PT Balai kayang Mandiri) dan APRIL (PT RAPP Sektor Dayun dan PT Selaras Abadi Utama) menemukan kebakaran terjadi di dalam konsesi perusahaan, membuka kanal baru, menebang hutan alam, berkonflik dengan masyarakat adat dan tempatan.
Bahkan perusahaan perusahaan itu juga memanen dan menanam akasia di areal bekas terbakar 2015 - 2017.
“Tentu saja dalam pertemuan dan deklarasi tersebut, perusahaan menutupi perusakan gambut, menghancurkan hutan alam dan perampasan hutan tanah Masyarakat Adat. Dan perusahaan diberi ruang oleh pemerintah untuk greenwashing,” pungkasnya.
Menurut Made, menjaga gambut dari karhutla dan kerusakan adalah kewajiban perusahaan. Oleh karenanya peran pemerintah terhadap perusahaan mengawasi, mengevaluasi dan melakukan penegakkan hukum bila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan oleh perusahaan.
“Bukan malah memberi ruang dan menutupi kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan,” tegasnya.
Kedua, tambah Made Ali, mengapa hanya deklarasi KHG Sungai Siak dan Sungai Kampar. Ada 59 KHG tersebar di Provinsi Riau. 5 KHG terbesar yaitu KHG Sungai Rokan – Sungai Siak Kecil 832.221,75 hektare (ha), KHG Sungai Siak – Sungai Kampar 722.705,50 ha, KHG Sungai Kampar – Sungai Gaung 709.845,99 ha, KHG Sungai Gaung – Sungai batang Tuaka 315.328,37 ha dan KHG Sungai Rokan Kiri – Sungai Mandau 222.561,75 ha.
''Kesempatan ini seharusnya dimanfaatkan BRGM dan Pemprov Riau untuk membahas seluruh persoalan yang terjadi di 59 KHG di Riau, bukan hanya satu KHG yang kondisinya masih lebih baik dari KHG lainnya. Tetapi mengapahanya KHG Sungai Siak–Sungai Kampar yang dideklarasikan? Apakah hanya karena KHG ini memiliki representasi penanggung jawab yang lengkap?'' ucap Koordinator Jikalahari dalam siaran pers yang diterima Gegas.co, Senin (07/08/2023). * (Denny W)
