Satgas PKH Didesak Tinjau Ulang Kebijakan Relokasi di TNTN

GEGAS.CO || PEKANBARU - WALHI Riau dan YLBHI-LBH Pekanbaru mengecam kebijakan relokasi warga di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dinilai gegabah dan berpotensi memicu konflik.
Kedua organisasi ini memperingatkan risiko eskalasi konflik jika penertiban dilakukan dengan pendekatan militeristik.
Dalam kunjungannya pada 10 Juni 2025, Satgas PKH memerintahkan relokasi mandiri warga paling lambat 22 Agustus 2025 tanpa skema pemulihan lingkungan atau perlindungan hak masyarakat.
Mereka juga mengkritik pola penyitaan aset sawit di kawasan hutan yang tidak menyelesaikan akar masalah, merujuk pada kasus Surya Darmadi dan PT Duta Palma.
"Negara justru melanggengkan konflik dengan mengalihkan aset ke PT Agrinas Palma Nusantara," tegas Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Akselarasi Wilayah Kelola Rakyat Walhi Riau dalam siaran pers yang diterima Gegas.co, Senin (23/4/2025) malam.
Berdasarkan analisis citra satelit WALHI Riau, tutupan hutan alam TNTN menyusut drastis dari 78.274 hektar (1997-2004) menjadi hanya 12.561 hektar (15,36%) pada 2025.
Padahal, kawasan seluas 81.793 hektar ini merupakan habitat kritis gajah, harimau Sumatera, dan 644 spesies flora-fauna lainnya.
Aktivitas warga di TNTN telah berlangsung sejak 1999, sebelum penetapan kawasan konservasi pada 2004. Data Eyes on The Forest (2010) mencatat 19 kelompok hak ulayat dan 7 desa terdampak, termasuk Desa Air Hitam dan Segati.
Kegagalan usaha sawit akibat gangguan gajah memicu jual-beli lahan ke pihak luar sejak 2005, membuka pintu perambahan masif oleh korporasi.
2 Masalah Pokok
1. Lemahnya Penegakan Hukum : Alih fungsi hutan didukung pembiaran negara, bahkan diakui secara administratif.
2. Dampak UU Cipta Kerja : Pasal 110A-110B menghapus pidana bagi perkebunan sawit ilegal yang beroperasi sebelum November 2020.
Tuntutan Solusi Berkeadilan
Eko Yunanda dan Andri Alatas (YLBHI-LBH Pekanbaru) mendesak:
- Kategorisasi warga : Pisahkan pemilik lahan <5 hektar, 5-25 hektare dan korporasi (>25 hektar).
- Penegakan hukum selektif : Utamakan tindakan terhadap pemodal besar, bukan warga kecil.
- Pemulihan partisipatif : Libatkan masyarakat dalam rehabilitasi hutan dengan skema kemitraan konservasi.
"Generalisasi tenggat 3 bulan untuk relokasi itu tidak manusiawi. Ini bukan sekadar pindah rumah, tapi juga ancaman kehilangan mata pencaharian dan pendidikan anak," tegas Eko.
WALHI Riau dan YLBHI-LBH Pekanbaru mengingatkan agar pola pengalihan aset ala PT Agrinas Palma Nusantara tidak terulang.
"Negara wajib memulihkan TNTN tanpa mengorbankan hak warga dan menggunakan pendekatan hukum yang berkeadilan," tutup pernyataan tersebut. * (rls/Marden)
